BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desain atau
perencanaan merupakan sesuatu hal yang begitu penting bagi seseorang yang akan
melaksanakan tugas atau pekerjaannya, termasuk guru yang memiliki
tugas/pekerjaan mengajar (mengelola pengajaran). Supaya seorang guru
dapat menyusun perencanaan pengajaran dengan baik, maka harus memperhatikan
prinsip-prinsip pengajaran dan memahami strategi pengajaran.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa
implikasi meluasnya cakrawala umat manusia dalam ilmu pengetahuan. Pola
pengajaranpun harus sesuai dengan perkembangan zaman. Generasi saat ini harus
lebih banyak belajar daripada generasi masa lalu. Demikian pula generasi yang
akan datang harus menjadi generasi terdidik yang dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan teknologi. Begitu juga pandangan mengenai konsep pembelajaran yang
terus menerus mengalami perubahan dan berkembang sesuai dengan perkembangan
IPTEK.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang
dibahas di sini adalah:
1. Desain Pengajaran
2. Pola Pengajaran
3. Komponen Pengajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Desain Pengajaran
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut
pandang, misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai
proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan
teori tentang strategi serta proses pengembengan pembelajaran dan
pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk
menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan
situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan
mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas.
Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran
dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan
mutu belajar. Desain pembelajaran sebagai proses. merupakan pengembangan
sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori
pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu pembelajaran. Desain pembelajaran
merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem
penyampaiannya. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan
bahan dan kegiatan pembelajaran, uji coba dan penilaian bahan, serta
pelaksanaan kegiatan pembelajarannya.
Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari
kata design (Bahasa Inggris) yang berarti perencanaan atau
rancangan. Ada
pula yang mengartikan dengan “Persiapan”. Di dalam ilmu manajemen pendidikan
atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan disebut dengan istilahplanning yaitu
“Persiapan menyusun suatu keputusan berupa langkah-langkah
penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada
pencapaian tujuan tertentu”. Herbert Simon (Dick dan Carey, 2006),
mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah. Tujuan sebuah desain
adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan
memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia.
Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan
manusia untuk memecahkan suatu persoalan. Melalui suatu desain orang bisa
melakukan langkah-langkah yang sistematis untuk memecahkan suatu
persoalan yang dihadapi. Dengan demikian suatu desain pada dasarnya adalah
suatu proses yang bersifat linear yang diawali dari penentuan kebutuhan, kemudian
mengembangkan rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya
rancangan tersebut diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk
menentukan hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat
diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan
pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran beserta
aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran yang
dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan.
Sejalan dengan pengertian di atas, Gagne (1992)
menjelaskan bahwa desain pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar
siswa, di mana proses belajar itu memiliki tahapan segera dan tahapan jangka
panjang. Menurut Gagne, belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh dua factor
yakni factor internal dan factor eksternal. Factor internal adalah factor yang
berkaitan dengan kondisi yang dibawa atau datang dari dalam individu siswa,
seperti kemampuan dasar, gaya
belajar seseorang, minat dan bakat serta kesiapan setiap individu yang belajar.
Factor eksternal adalah factor yang datang dari luar individu, yakni berkaitan
dengan penyediaan kondisi atau lingkungan yang didesain agar siswa
belajar. Desain pembelajaran berkaitan dengan factor eksternal ini, yakni
pengaturan lingkungan dan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar.
Menurut Gagne, kondisi internal dapat dibangkitkan oleh pengaturan kondisi
eksternal.
Sejalan dengan hal itu, Shambaugh (2006) menjelaskan
tentang desain pembelajaran yakni sebagai “ An intellectual process to
help teachers systematically analyze learner needs and construct structures
possibilities to responsively address those needs.” Jadi dengan demikian,
suatu desain pembelajaran diarahkan untuk menganalisis kebutuhan siswa dalam
pembelajaran kemudian berupaya untuk membantu dalam menjawab kebutuhan
tersebut.
Dari beberapa pengertian diatas, maka desain
instruksional berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa
untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya mencakup rumusan
tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi
yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode, teknik, dan
media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau
menentukan keberhasilan evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan.
Kriteria Desain Instruksional
Desain intruksional yang baik harus memiliki beberapa
criteria di antaranya:
1.
Berorientasi pada siswa. Mendesain
pembelajaran perlu diawali dengan melakukan studi pendahuluan tentang siswa.
Beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa di antaranya:
· Kemampuan
dasar
· Gaya belajar
2. Berpijak pada pendekatan system
System adalah satu kesatuan komponen yang saling
berkaitan untuk mencapai tujuan. Melalui pendekatan system, bukan saja
dapat diprediksi keberhasilannya, akan tetapi juga akan terhindar
dari ketidakpastian. Hal ini disebabkan melalui pendekatan system dari
awal sudah diantisipasi berbagai kendala yang mungkin dapat menghambat terhadap
pencapaian tujuan.
Hubungan Perencanaan dan Desain Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran (Lesson Plans) berbeda
dengan Desain Pembelajaran (Instructional Design),
namun keduannya memiliki hubungan yang sangat erat sebagai program
pembelajaran. Perencanaan pembelajaran disusun untuk kebutuhan guru dalam
melaksanakan tugas mengajarnya. Dengan demikian, perencanaan merupakan kegiatan
menerjemahkan kurikulum sekolah kedalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas,
(Shambaugh dan Magliaro, 2006).
Walaupun perencanaan pembelajaran berkaitan dengan
desain pembelajaran, keduanya memiliki posisi yang berbeda. Perencanaan lebih
menekankan pada proses pengembangan atau penerjemahan suatu kurikulum sekolah,
sedangkan desain menekankan pada proses merancang program pembelajaran untuk
membantu proses belajar siswa, seperti yang dikemukakan Zook (2001) bahwa desain
instruksional adalah a systematic thinking process to help
learners learn. Dengan demikian, pertimbangan dalam menyusun dan
mengembangkan sebuah perencanaan pembelajaran adalah kurikulum yang berlaku di
suatu lembaga; sedangkan pertimbangan dalam menyusun dan mengembangkan suatu
desain pembelajaran adalah siswa itu sendiri sebagai individu yang akan belajar
dan mempelajari bahan pelajaran.
Model-model Desain Instruksional
1.
Model Kemp
Model desain system instruksional yang dikembangkan
oleh Kemp merupakan model yang membentuk siklus. Menurut Kemp pengembangan
desain system pembelajaran terdiri atas komponen-komponen, yang dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan berbagai kendala yang timbul.
Model system instruksional yang dikembangkan Kemp ini
tidak ditentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai proses
pengembangan. Mengembangkan system instruksional, menurut Kemp dari mana saja
bisa, asal saja urutan komponen tidak diubah, dan setiap komponen itu
memerlukan revisi untuk mencapai hasil yang maksimal. Komponen-komponen dalam
suatu desain instruksional menurut Kemp adalah:
a.
Hasil yang ingin dicapai
b.
Analisis tes mata pelajaran
c.
Tujuan khusus belajar
d.
Aktivitas belajar
e.
Sumber belajar
f.
Layanan pendukung
g.
Evaluasi belajar
h.
Tes awal
i.
Karakteristik belajar
2.
Model Banathy
Model ini memandang bahwa penyusunan system
instruksional dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas. Terdapat
6 tahap dalam mendesain suatu program pembelajaran yakni:
a. Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik
tujuan pengembangan system maupun tujuan spesifik. Tujuan merupakan sasaran dan
arah yang harus dicapai oleh siswa atau peserta didik.
b. Merumuskan kriteria tes yang sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Item tes dalam tahap ini dirumuskan untuk
menilai perumusan tujuan. Melalui rumusan tes dapat meyakinkan kita bahwa
setiap tujuan ada alat untuk menilai keberhasilannya.
c. Menganalisis dan merumuskan kegiatan
belajar, yakni kegiatan mengiventasikan seluruh kegiatan belajar mengajar,
menilai kemampuan penerapannya sesuai dengan kondisi yang ada serta menentukan
kegiatan yang mungkin dapat diterapkan.
d. Merancang system, yaitu kegiatan
menganalisis system menganalisis setiap komponen system, mendistribusikan dan
mengatur penjadwalan.
e. Mengimplementasikan dan melakukan control
kualitas system, yakni melatih sekaligus menilai efektivitas system, melakukan
penempatan dan melaksanakan evaluasi.
f.
Mengadakan perbaikan dan perubahan
berdasarkan hasil evaluasi.
3.
Model Dick and Cery
Model dick and cery harus dimulai dengan
mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum. Menurut model ini, sebelum desainer
merumuskan tujuan khusus yakni performance goals, perlu
menganalisis pembelajaran serta menentukan kemampuan awal siswa terlebih
dahulu. Criterion Reference Test, artinya tes yang mengukur
kemampuan penguasaan tujuan khusus. Untuk mencapai tujuan khusus selanjutnya
dikembangkan strategi pembelajaran, yakni skenario pelaksanaan pembelajaran
yang diharapkan dapat mencapai tujuan secara optimal, setelah itu
dikembangkan bahan-bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Langkah akhir
dari desain adalah melakukan evaluasi, yakni
evaluasi formatife dan evaluasi
sumative.
4.
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
Intruksional)
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional)
adalah model yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung
pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan
pelaksanaan program pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman
bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. PPSI terdiri dari 5 tahap
yakni:
a. Merumuskan tujuan, yakni kemampuan yang
harus dicapai oleh siswa. Ada
4 syarat dalam perumusan tujuan ini yakni tujuan harus operasional, artinya
tujuan yang dirumuskan harus spesifik atau dapat diukur, berbentuk hasil
belajar bukan proses belajar, berbentuk perubahan tingkah laku dan dalam setiap
rumusan tujuan hanya satu bentuk tingkah laku.
b. Mengembangkan alat evaluasi, yakni
menentukan jenis tes dan menyusun item soal untuk masing-masing tujuan. Alat
evaluasi disimpan pada tahap 2 setelah perumusan tujuan untuk meyakinkan
ketepatan tujuan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
c. Mengembangkan kegiatan belajar-mengajar,
yakni merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar dan menyeleksi kegiatan
belajar perlu ditempuh.
d. Mengembangkan program kegiatan
pembelajaran yakni merumuskan materi pelajaran, menetapkan metode dan memilih
alat dan sumber pelajaran.
e. Pelaksanaan program, yakni kegiatan
mengadakan prates, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan psikotes, dan
melakukan perbaikan.
B. Pola Pengajaran
Perkembangan ilmu pengetahuan mempengaruhi pola
pembelajaran. Timbulnya berbagai pola tersebut berkecenderungan membakukan
input dalam system pembelajaran. Ada
beberapa pola pengajaran yang telah teridentifikasi menurut Morris:
1.
Pola pengajaran tradisional
Dalam pola pengajaran tradisional ini, pengajar (atau
guru) memegang peran utama dalam menentukan isi dan metode pengajaran, termasuk
dalam menilai kemajuan belajar siswa. Guru merupakan satu-satunya sumber
belajar bagi siswa. Dalam pola interaksi edukatif ini, guru kelas mendominasi
kegiatan belajar mengajar.
Pola pengajaran seperti ini belum atau tidak
memberikan peluang pada penggunaan teknologi dalam pengajaran. Buku-buku, papan
tulis, media pengajaran, perpustakaan belum berperan dalam proses belajar
mengajar. Pola pengajaran seperti tidak memberikan ruang bagi pengembangan
teknologi dalampengajaran.
2.
Pola pengajaran dibantu media
Perkembangan ilmu pengetahuan telah mempengaruhi pola
pengajaran, sehingga timbul kecenderungan membakukan masukan atau standarisasi
input ke dalam system pengajaran. Sementara itu, perkembangan teknologi,
khususnya perlengkapan media dan fasilitas pengajaran juga mengalami kemajuan.
Kecenderungan pembakuan ini selain dikarenakan alasan
ekonomis, namun juga memberikan keuntungan lain, yaitu memudahkan adanya
perbaikan control dalam proses pengajaran. Satandarisasi ini berlaku untuk
pengadaan buku-buku sekolah, desain gedung dan fasilitas sekolah, bentuk papan
tulis, media intruksional, perpustakaan dan laboratorium.
Dampak munculnya input dalam pengajaran ini, maka pola
pengajaran mempunyai komponen-komponen baru berupa peralatan yang dipergunakan
oleh guru sebagai sarana untuk membantu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Alat bantu pengajaran tersebut kemudian dikenal sebagai media pengajaran.
Munculnya media pengajaran merupakan sumber belajar
lain selain guru di dalam pola pengajaran model ini. Dalam pola ini, guru masih
tetap memegang peranan menentukan dalam mengontrol kegiatan belajar mengajar di
kelas, namun tidak mutlak 100 % karena sudah didukung oleh sumber belajar lain,
yaitu media.
Guru juga dituntut untuk mampu mengoperasikan media
pengajaran yang ada. Baik yang tinggal memenfaatkan ataupun media yang harus
dibuat.
3.
Pola pengajaran yang merupakan tanggung
jawab bersama antara Guru dan media
Implikasi yang ditimbulkan dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta perkembangan umat manusia dari generasi ke
generasi juga menuntut system pendidikan dan kepelatihan yang canggih. Segala
macam pengetahuan dan pesan, baik yang verbal maupun nonverbal, perlu
ditransformasikan dalam system baru. Oleh sebab itu, maka kemudian media bukan
saja merupakan hasil pengetahuan manusia, namun juga merupakan sarana
mengkomunikasikan pengetahuan dan pesan tersebut. Terlebih lagi, bentuk
transformasi tersebut juga dapat sebagai sarana mengembangkan keterampilan
khusus dengan menggunakan teknik-teknik mutakir.
Standarisasi pada input yang telah muncul pada pola
pengajaran yang dibantu dengan media, pada perkembangannya ternyata belum dapat
menjamin hasil belajar yang optimal. Oleh sebab itu diperlukan standarisasi
lain dalam proses belajar mengajar. Munculnya kecenderungan system belajar
mandiri. Sifat kemandirian tersebut memerlukan sumber belajar lain selain guru yang
dirancang khusus agar dapt dipergunakan dalam proses belajar secara langsung.
Sumber belajar tersebut berbentuk media yang disusun oleh sekelompok ahli
media. Jadi pola pengajaran yang terbentuk ini adalah pola yang menghadirkan
guru disatu sisi, dan guru dengan media di sisi lain, dan bersama-sama
berinteraksi dengan siswa. Dalam hal ini, kehadiran guru berfungsi untuk
melakukan control terhadap disiplin dan minat belajar siswa. Sumber belajar
yang berbentuk media akan mengontrol penyajian materi pelajaran.
4.
Pola pengajaran dengan media
Pola pengajaran keempat ini muncul sebagai jawaban
akan semakin meningkatnya kebutuhan dalam kegiatan belajar mengajar, baik dari
segi jumlah maupun mutu. Munculnya tuntutan profesionalisme tenaga pengajar
dalam rangka standarisasi mutu, memberikan dampak berkurangnya tenaga pengajar
yang berkualitas tinggi. Jadi jumlah tenaga pengajar yang terbatas juga turut
memberi andil akan hadirnya pola pengajaran ini. Sementara penambahan jumlah
tenaga pengajar professional tidak dapat dilakukan secara kilat. Maka muncul
upaya untuk menemukan dan mengembangkan media pengajaran.
Lalu dimana letak tugas pengajar pada pola ini? Tenaga
pengajar yang professional dapat diberi tugas untuk mempersiapkan bahan
pengajaran secara sistematis dan terprogram dalam bentuk modul atau paket
belajar. Keadaan siswa yang telah cenderung belajar dengan system mandiri, akan
memudahkan mereka dalam berinteraksi langsung dengan media pengajaran yang
telah dipersiapkan oleh para ahli media dan guru.
Pola ini tidak mewajibkan bahkan meniadakan kehadiran
guru. Pengajaran berlangsung dengan media pengajaran, misalnya dalam proses
belajar mengajar dengan modul, mesin pengajaran, dan pengajaran berprogram
dalam belajar mandiri. Kelemahan dari pola ini adalah bahwa dalam kenyataannya,
media tidak dapat mendidik siswa.
Dari keempat pola pengajaran di atas, satu sama lain
terdapat kelemahan. Setiap pola pengajaran tertentu hanya cocok untuk materi
dan kondisi tertentu. Dan belum ditemukan pola pengajaran yang terbaik dalam
pembelajaran , akan tetapi pola pengajaran tertentu baik untuk pengajaran
tertentu pula. Pola-pola tersebut saling melengkapi dan disesuaikan dengan
kondisi/karakteristik pembelajaran, serta kegiatan pengajaran merupakan komponen yang terpadu.
- Komponen Pengajaran
Pandangan mengenai konsep pembelajaran terus menerus mengalami perubahan
dan perkembangan sesuai dengan perkembangan IPTEK. Pembelajaran sama artinya
dengan kegiatan mengajar. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru untuk
menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Pembelajaran merupakan suatu sistem,
yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang
lain. Komponen tersebut meliputi: kurikulum, guru, siswa, materi, metode, media
dan evaluasi. Pelaksanaan pembelajaran adalah operasionalisasi dari perencanaan
pembelajaran, sehingga tidak lepas dari perencanaan pengajaran / pembelajaran
yang sudah dibuat. Oleh karenanya dalam pelaksanaannya akan sangat tergantung
pada bagaimana perencanaan pengajaran sebagai operasionalisasi dari sebuah
kurikulum.
Pembelajaran kontestual merupakan salah satu model pembelajaran yang
diterapkan oleh guru dalam proses belajar-mengajar, yaitu konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan
melibatkan enam komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism),
bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat
belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan
penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).
Jadi dapat disimpulkan bahwa komponen pembelajaran adalah kumpulan dari
beberapa item yang saling berhubungan satu sama lain yang merupakan hal penting
dalam proses belajar mengajar.
Macam
Komponen Pembelajaran
Di dalam
pembelajaran, terdapat komponen-komponen yang berkaitan dengan proses
pembelajaran, yaitu :
1. Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum ( curriculum ) berasal dari bahasa Yunani, curir
yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat
berpacu”. yaitu suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start
sampai garis finish. Secara terminologis, istilah kurikulum mengandung arti
sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan
siswa guna mencapai suatu tingkatan atau ijazah. Pengertian kurikulum secara
luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau bidang studi dan kegiatan-kegiatan
belajar siswa saja, tetapi juga segala sesuatu yang berpengaruh terhadap
pembentukan pribadi siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Misalnya fasilitas kampus, lingkungan yang aman, suasana keakraban dalam proses
belajar mengajar, media dan sumber-sumber belajar yang memadai.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat
strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan
kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka
dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang
kokoh dan kuat.
2. Guru
Kata Guru berasal dari bahasa Sansekerta “guru” yang
juga berarti guru, tetapi arti harfiahnya adalah “berat” yaitu seorang pengajar
suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Di dalam masyarakat, dari yang paling terbelakang sampai yang paling
maju, guru memegang peranan penting. Guru merupakan satu diantara
pembentuk-pembentuk utama calon warga masyarakat. Peranan guru tidak hanya
terbatas sebagai pengajar (penyampai ilmu pengetahuan), tetapi juga sebagai
pembimbing, pengembang, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat
memfasilitasi kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
3. Siswa
Siswa atau Murid biasanya digunakan untuk seseorang yang mengikuti suatu
program pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya, di bawah
bimbingan seorang atau beberapa guru. Dalam konteks keagamaan murid digunakan
sebagai sebutan bagi seseorang yang mengikuti bimbingan seorang tokoh
bijaksana. Meskipun demikian, siswa jangan selalu dianggap sebagai objek
belajar yang tidak tahu apa-apa. Ia memiliki latar belakang, minat, dan kebutuhan
serta kemampuan yang berbeda. Bagi siswa, sebagai dampak pengiring (nurturent
effect) berupa terapan pengetahuan dan atau kemampuan di bidang lain sebagai
suatu transfer belajar yang akan membantu perkembangan mereka mencapai keutuhan
dan kemandirian.
4. Metode
Metode pembelajaran adalah cara yang dapat dilakukan untuk membantu
proses belajar-mengajar agar berjalan dengan baik, metode-metode tersebut
antara lain :
a. Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi
dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti
secara pasif.
b.
Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu metode dimana guru menggunakan atau
memberi pertanyaan kepada murid dan murid menjawab, atau sebaliknya murid bertanya
pada guru dan guru menjawab pertanyaan murid itu .
c.
Metode Diskusi
Metode diskusi dapat diartikan sebagai siasat “penyampaian” bahan ajar
yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternatif
pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis.
d.
Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan
barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara
langsung maupun melalui penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan pokok
bahasan atau materi yang sedang disajikan.
e.
Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah metode atau cara di mana guru dan murid
bersama-sama mengerjakan sesuatu latihan atau percobaan untuk mengetahui
pengaruh atau akibat dari sesuatu aksi.
5. Materi
Materi juga merupakan salah satu faktor penentu keterlibatan siswa.
Adapun karakteristik dari materi yang bagus menurut Hutchinson dan
Waters adalah:
a. Adanya teks yang menarik.
b. Adanya kegiatan atau aktivitas yang menyenangkan serta meliputi
kemampuan berpikir siswa.
c. Memberi kesempatan siswa untuk menggunakan pengetahuan dan ketrampilan
yang sudah mereka miliki.
d. Materi yang dikuasai baik oleh siswa maupun guru.
Dalam kegiatan belajar, materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga
cocok untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan komponen-komponen yang lain,
terutama komponen anak didik yang merupakan sentral. Pemilihan materi harus
benar-benar dapat memberikan kecakapan dalam memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari.
6. Alat Pembelajaran (media)
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari
“medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Jadi media
adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
Media pembelajaran adalah perangkat lunak (soft ware) atau perangkat keras
(hard ware) yang berfungsi sebagai alat belajar atau alat bantu belajar.
7. Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “Evaluation”. Menurut
Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari suatu hal. Ada
pendapat lain yang mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data
seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa,
guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan
mengembangkan kemampuan belajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perencanaan
dan Desain pembelajran sangat penting sebagai petunjuk arah kegiatan dalam
mencapai tujuan. Pentingnya perencanaan dan desain pembelajran adalah diharapkan
tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan dengan adanya pedoman bagi pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan. pola pengajaran
adalah suatu bentuk kegiatan dalam mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar mengajar.
Komponen pembelajaran adalah
kumpulan dari beberapa item yang saling berhubungan satu sama lain yang
merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar. Di dalam
pembelajaran terdapat komponen-komponen pembelajaran, yaitu : Kurikulum ; Guru
; Siswa ; Metode ; Materi ; Alat Pembelajaran ; dan Evaluasi. Dari semua
komponen pembelajaran, antara komponen yang satu dengan yang lain memiliki
hubungan saling keterkaitan. Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan
di lapangan, sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan.
Bagi setiap guru, dituntut untuk memehami masing-masing metode secara
baik. Dengan pemilihan dan penggunaan metode yang tepat untuk setiap
unit materi pelajaran yang diberikan kepada siswa, maka akan meningkatkan proses
interaksi belajar-mengajar. Jika ada salah satu komponen pembelajaran
yang bermasalah, maka proses belajar-mengajar tidak dapat berjalan baik
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran Edisi
Revisi, Jakarta:
Rineka Cipta, 2010
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran , Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2008
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta,
1995
Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1999, h. 218
Bahri dan Zain, Aswan.
Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta, 1996. Marimba.
Uno, Hamzah. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara.
Harijanto.
2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
Majid, Abdul.
2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya.
Sa'ud, Udin
Saefudin dan Makmun, Abin Syamsuddin. 2006, Perencanaan
Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung,:
PT Remaja Rosda Karya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar