Nama : Casriati
Semester : 2a
اَلدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ
DOA
ADALAH ESENSI IBADAH
“Dan Tuhanmu berfirman, “berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan aku kabulkan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (Qs.
Al-Mu’min: 60)[1]
Do’a adalah kebutuhan rohaniyah
setiap manusia dalam hidupnya. Do’a merupakan sarana untuk mengadukan segala
persoalan hidup dan memohon pertolongan Allah SWT. Do’a juga merupakan puncak
pengungkapan penghambaan kita kepada-Nya dan puncak kesadaran akan kelemahan
diri.
Ibadah adalah segala hukum yang kita
kerjakan (taat) untuk mengharap pahala di akhirat, dikerjakan sebagai tanda
pengabdian kita kepada sang pencipta atas nama ketetapan Allah dan di ridhai
oleh-Nya.
Ahli Logat mengatakan bahwa ibadah
berarti tunduk yang setinggi-tingginya
dengan berdoa. Dengan arti taat dipakai
kata ibadah dalam firman Allah SWT:
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَابَنِٓى اٰدَمَ
أَنْ لَاتَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّه لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ
“Apakah aku tiada pesankan
kepadamu, wahai anak Adam, yaitu jangan kamu mentaati syaitan; bahwasanya
syaitan itu, musuh yang nyata bagimu.” (Q. A. 60, S. 36: Yaasiin) [2]
Dan diartikan dengan berdoa (memohon hajat). Anjuran untuk berdoa sangat
banyak dijumpai, baik dalam Al-Qur’an maupun hadist Rasulullah SAW. Dalam
Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 186, Allah SWT berfirman,
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, maka (jawablah),
bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.” (Qs. Al-Baqarah: 186)[3]
Doa adalah landasan ibadah.
Beribadah tanpa berdoa akan sia-sia, begitu juga sebaliknya berdoa tanpa
ibadahpun percuma. Ayat di atas menyatakan dengan tegas bahwa Allah akan
mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Nya. Pertanyaannya adalah
doa seperti apa yang akan dikabulkan oleh Allah SWT.? Di sinilah letak
permasalahannya. Seringkali kita merasa telah maksimal berdoa kepada Allah,
namun belum kunjung juga dikabulkan oleh-Nya. Doa yang kita lantunkan ibarat
senjata yang tumpul, padahal Rasulullah mengatakan bahwa doa adalah senjata
orang beriman.
Ibrahim bin Adham seorang ulama sufi
mengatakan, ada sepuluh macam sebab mengapa doa tidak terkabul. Pertama,
mengaku mengenal Allah tapi tidak memenuhi hak-hak-Nya. Kedua, mengaku cinta
Rasulullah tapi tidak mengikuti sunahnya. Ketiga, membaca Al-Qur’an tapi tidak
mengamalkan. Keempat, mengaku setan adalah musuh tapi mengikuti bisikannya.
Kelima, berdoa agar dihindarkan dari neraka tapi menjerumuskan diri dalam
maksiat dan dosa. Keenam, berdoa agar masuk surga tapi perbuatannya tidak
mencerminkan ahli surga. Ketujuh, sibuk menggunjing aib orang lain tapi lupa
akan aibnya. Kedelapan, percaya akan kematian tapi tidak mempersiapkan diri.
Kesembilan, menguburkan orang meninggal namun tidak mengambil pelajaran dari
peristiwa kematian itu. Kesepuluh, merasakan nikmat Allah namun tidak pernah
bersyukur.[4]
Jadi kalau selama ini doa kita belum
terkabul, bukan karena Allah tidak memperhatikan doa kita. Tetapi bisa jadi
penyebabnya adalah karena kita tidak mau membenahi kekurangan diri, memperbaiki
kesalahan, memperbanyak amal shalih, dan malas untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas ibadah kita. Analoginya, kita meminta padi yang baik, tetapi kita
tidak pernah bergairah mencangkul, menyirami, dan memberikan pupuk, maka doa
kita adalah doa yang hampa.
Karena itu, introspeksilah diri!
Lihat apa kekurangan-kekurangan diri kita, pikirkan apa yang mesti dilakukan
agar Allah berkenan mengabulkan doa kita. Bagaimana mungkin kita menginginkan
sesuatu yang luar biasa, padahal kita tidak pernah mengubah kebiasaan-kebiasaan
buruk kita. Kita banyak memohon dan berharap kepada Allah, tapi tidak menilai
diri sendiri. Padahal jika kita memohon dan diikuti dengan mengubah diri, maka
Allah pasti akan mengabulkan doa kita. Sesungguhnya doa itu adalah penggiring
agar kita mau mengubah diri kita menjadi lebih baik.
Kekuatan doa akan menjadi efektif
jika kita mampu memperbaiki ibadah kita. Jika diibaratkan tanaman, kekuatan
kita untuk mengubah diri adalah bibitnya, sementara doa merupakan pupuknya. Pupuk
akan membuat bibit tumbuh sedemikian pesat, berdaun dan berbunga lebat, serta
menghasilkan buah yang banyak. Namun jika kita terus menebar pupuk tanpa
menanam bibit, maka apa yang akan tumbuh?
Siapapun yang ingin doanya terkabul,
maka jangan memperhatikan apa yang diminta. Tapi perhatikanlah apa yang bisa
dilakukan untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Berdoa berarti mendekat
kepada Allah, maka menghadap dan memohonlah kepada-Nya setelah memenuhi
hak-hak-Nya dengan baik. Nilai hakiki dari sebuah doa adalah adanya perubahan
diri kita menjadi lebih baik, lebih berakhlak, dan semakin dekat kepada Allah
SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Sayuti, Muhammad, dan Muhammad Syafi’ie El-Bantanie. Menggapai Kebahagiaan Hakiki. Jakarta: Sahabat Sejati
2007
Shiddieqy, Hasbi Ash. Kuliah Ibadah. Jakarta:
PT Bulan Bintang, 1987
Djafri, HM Taufik. 24 Jam Bersama Allah. Surabaya:
PADMA Press, 2006
Al-Haddar, Habib Muhammad. Menghafal 361 Hadis Dalam Setahun. Bandung: Pustaka Hidayah, 2008
[1] Muhammad
Syafi’ie El-Bantani dan Muhammad Sayuti, Menggapai
Kebahagiaan Hakiki (Jakarta:
Sahabat Sejati, 2007), Cet. ke-1, h. 77
[2] Hasti
Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah
(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), Cet. ke-6, h. 1
[3] HM
Taufik Djafri, 24 Jam Bersama Allah (Surabaya: PADMA Press,
2006), Cet. ke-1, h. 237
[4] Muhammad
Syafi’ie El-Bantanie, Menggapai
Kebahagiaan Hakiki. 79
like this
BalasHapusAlhamdulillah..
Hapus