Selamat Datang

Minggu, 20 Oktober 2013

Doa Adalah Esensi Ibadah



Nama               : Casriati
Semester          : 2a

اَلدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ

DOA ADALAH ESENSI IBADAH

Dan Tuhanmu berfirman, “berdoalah kepada-Ku, niscaya akan aku kabulkan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (Qs. Al-Mu’min: 60)[1]

         Do’a adalah kebutuhan rohaniyah setiap manusia dalam hidupnya. Do’a merupakan sarana untuk mengadukan segala persoalan hidup dan memohon pertolongan Allah SWT. Do’a juga merupakan puncak pengungkapan penghambaan kita kepada-Nya dan puncak kesadaran akan kelemahan diri.

            Ibadah adalah segala hukum yang kita kerjakan (taat) untuk mengharap pahala di akhirat, dikerjakan sebagai tanda pengabdian kita kepada sang pencipta atas nama ketetapan Allah dan di ridhai oleh-Nya.

        Ahli Logat mengatakan bahwa ibadah berarti tunduk yang setinggi-tingginya dengan berdoa. Dengan arti taat dipakai kata ibadah dalam firman Allah SWT:

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَابَنِٓى اٰدَمَ أَنْ لَاتَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّه لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ
Apakah aku tiada pesankan kepadamu, wahai anak Adam, yaitu jangan kamu mentaati syaitan; bahwasanya syaitan itu, musuh yang nyata bagimu.” (Q. A. 60, S. 36: Yaasiin)    [2]

Dan diartikan dengan berdoa (memohon hajat). Anjuran untuk berdoa sangat banyak dijumpai, baik dalam Al-Qur’an maupun hadist Rasulullah SAW. Dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 186, Allah SWT berfirman,

      Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Qs. Al-Baqarah: 186)[3]

            Doa adalah landasan ibadah. Beribadah tanpa berdoa akan sia-sia, begitu juga sebaliknya berdoa tanpa ibadahpun percuma. Ayat di atas menyatakan dengan tegas bahwa Allah akan mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Nya. Pertanyaannya adalah doa seperti apa yang akan dikabulkan oleh Allah SWT.? Di sinilah letak permasalahannya. Seringkali kita merasa telah maksimal berdoa kepada Allah, namun belum kunjung juga dikabulkan oleh-Nya. Doa yang kita lantunkan ibarat senjata yang tumpul, padahal Rasulullah mengatakan bahwa doa adalah senjata orang beriman.

            Ibrahim bin Adham seorang ulama sufi mengatakan, ada sepuluh macam sebab mengapa doa tidak terkabul. Pertama, mengaku mengenal Allah tapi tidak memenuhi hak-hak-Nya. Kedua, mengaku cinta Rasulullah tapi tidak mengikuti sunahnya. Ketiga, membaca Al-Qur’an tapi tidak mengamalkan. Keempat, mengaku setan adalah musuh tapi mengikuti bisikannya. Kelima, berdoa agar dihindarkan dari neraka tapi menjerumuskan diri dalam maksiat dan dosa. Keenam, berdoa agar masuk surga tapi perbuatannya tidak mencerminkan ahli surga. Ketujuh, sibuk menggunjing aib orang lain tapi lupa akan aibnya. Kedelapan, percaya akan kematian tapi tidak mempersiapkan diri. Kesembilan, menguburkan orang meninggal namun tidak mengambil pelajaran dari peristiwa kematian itu. Kesepuluh, merasakan nikmat Allah namun tidak pernah bersyukur.[4]

            Jadi kalau selama ini doa kita belum terkabul, bukan karena Allah tidak memperhatikan doa kita. Tetapi bisa jadi penyebabnya adalah karena kita tidak mau membenahi kekurangan diri, memperbaiki kesalahan, memperbanyak amal shalih, dan malas untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita. Analoginya, kita meminta padi yang baik, tetapi kita tidak pernah bergairah mencangkul, menyirami, dan memberikan pupuk, maka doa kita adalah doa yang hampa.

            Karena itu, introspeksilah diri! Lihat apa kekurangan-kekurangan diri kita, pikirkan apa yang mesti dilakukan agar Allah berkenan mengabulkan doa kita. Bagaimana mungkin kita menginginkan sesuatu yang luar biasa, padahal kita tidak pernah mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk kita. Kita banyak memohon dan berharap kepada Allah, tapi tidak menilai diri sendiri. Padahal jika kita memohon dan diikuti dengan mengubah diri, maka Allah pasti akan mengabulkan doa kita. Sesungguhnya doa itu adalah penggiring agar kita mau mengubah diri kita menjadi lebih baik.

            Kekuatan doa akan menjadi efektif jika kita mampu memperbaiki ibadah kita. Jika diibaratkan tanaman, kekuatan kita untuk mengubah diri adalah bibitnya, sementara doa merupakan pupuknya. Pupuk akan membuat bibit tumbuh sedemikian pesat, berdaun dan berbunga lebat, serta menghasilkan buah yang banyak. Namun jika kita terus menebar pupuk tanpa menanam bibit, maka apa yang akan tumbuh?
            Siapapun yang ingin doanya terkabul, maka jangan memperhatikan apa yang diminta. Tapi perhatikanlah apa yang bisa dilakukan untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Berdoa berarti mendekat kepada Allah, maka menghadap dan memohonlah kepada-Nya setelah memenuhi hak-hak-Nya dengan baik. Nilai hakiki dari sebuah doa adalah adanya perubahan diri kita menjadi lebih baik, lebih berakhlak, dan semakin dekat kepada Allah SWT.


 
DAFTAR PUSTAKA

Sayuti, Muhammad, dan Muhammad Syafi’ie El-Bantanie. Menggapai Kebahagiaan Hakiki. Jakarta: Sahabat Sejati 2007

Shiddieqy, Hasbi Ash. Kuliah Ibadah. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987

Djafri, HM Taufik. 24 Jam Bersama Allah. Surabaya: PADMA Press, 2006

Al-Haddar, Habib Muhammad. Menghafal 361 Hadis Dalam Setahun. Bandung: Pustaka Hidayah, 2008





[1] Muhammad Syafi’ie El-Bantani dan Muhammad Sayuti, Menggapai Kebahagiaan Hakiki (Jakarta: Sahabat Sejati, 2007), Cet. ke-1, h. 77
[2] Hasti Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), Cet. ke-6, h. 1
[3] HM Taufik Djafri, 24 Jam Bersama Allah (Surabaya: PADMA Press, 2006), Cet. ke-1, h. 237
[4] Muhammad Syafi’ie El-Bantanie, Menggapai Kebahagiaan Hakiki. 79

2 komentar: